Jakarta, 4 Februari 2025 – Bertempat di Hotel Le Meridien, Jakarta, Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Perumusan Kebijakan Nasional Tata Kelola dan Tata Niaga Used Cooking Oil (UCO) dalam Mendukung Program Renewable Energy di Indonesia” digelar sebagai langkah awal penyusunan kebijakan strategis terkait pemanfaatan minyak jelantah (UCO) untuk sumber energi terbarukan nasional. FGD ini mempertemukan para pengambil kebijakan, akademisi, pelaku industri, serta perwakilan organisasi masyarakat yang memiliki perhatian khusus terhadap isu keberlanjutan dan transisi energi di Indonesia. Acara ini diinisiasi oleh Indonesia Palm Oil Stategic Studies (IPOSS) bekerja sama dengan BERKA Strategika.
Dalam sambutannya, Dr. Darmin Nasution, selaku keynote speaker, menekankan pentingnya pemanfaatan minyak jelantah (UCO) tidak hanya untuk biodiesel, tetapi juga sebagai bahan baku avtur ramah lingkungan/Sustainable Aviation Fuel (SAF) di sektor penerbangan. Ia menyoroti keunggulan UCO yang melimpah, rendah emisi, dan berpotensi besar dalam menurunkan emisi karbon, khususnya avtur. Dalam sesi FGD ini, juga mendapat insight tata kelola UCO dari Diplomat Senior Bapak Yuri O Thamrin, yang menyatakan bahwa pasar UCO global saat ini bernilai sekitar 6,9 miliar USD dan berpotensi tumbuh hingga 10 miliar USD, dengan 73% pangsa pasar berada di Uni Eropa (UE). Hal ini didorong oleh regulasi hijau yang ketat dan target penurunan emisi. Namun, tantangan utama terletak pada sistem pengumpulan yang belum optimal di UE, AS, dan Asia.
FGD ini menghadirkan narasumber dari berbagai kementerian dan lembaga strategis yang memiliki peran penting dalam pengelolaan dan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), PT Pertamina Patra Niaga, Rumah Sosial Kutub dan Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat. Turut pula berkontribusi pemikiran dari kalangan akademisi yaitu dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu, perspektif ekonomi makro juga dihadirkan melalui partisipasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang secara keseluruhan memperkaya diskusi lintas sektor dalam merumuskan kebijakan nasional tata kelola UCO.
Diskusi dipandu oleh Ir. Mohammad Arif Yunus, M.Si, dari BERKA Strategika, yang tidak hanya berperan sebagai moderator, tetapi juga sebagai pengarah jalannya FGD. Dengan pengalaman mendalam di bidang riset, sehingga pendekatan sistematis dan dialogis yang dibawakan oleh BERKA Strategika menjadikan diskusi berlangsung produktif dan menghasilkan rumusan yang solutif.
FGD ini diselenggarakan untuk mencapai tiga tujuan utama, yakni menggali informasi strategis dari para pemangku kebijakan terkait tata kelola dan tata niaga minyak jelantah (UCO) di Indonesia; memperkuat hasil kajian IPOSS dan BERKA Strategika sebagai dasar penyusunan arah kebijakan yang lebih terintegrasi; serta merumuskan rekomendasi kebijakan nasional yang berorientasi pada keberlanjutan, keadilan, dan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Dalam sesi FGD, ESDM menyampaikan pandangan optimis terkait potensi UCO terutama dengan dukungan infrastruktur yang ada dan kemampuan Pertamina mengonversi UCO menjadi SAF atau Hydrotreated Vegetable Oil (HVO). Keterserapan UCO diprediksi akan optimal jika didukung mandat penggunaan dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan. Sinergi kebijakan dan inovasi teknologi menjadi langkah upaya percepatan transisi energi hijau.
Dari sisi pemaparan Pertamina, disampaikan bahwa pertamina fokus pada pengembangan UCO untuk SAF, dengan target produksi 60 ribu KL per tahun pada 2027, namun menghadapi tantangan signifikan dalam pengumpulan UCO. Saat ini, tingkat penyerapan UCO dari rumah tangga baru mencapai 7%—jauh di bawah negara benchmark–Korea Selatan (25%). Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan optimalisasi sistem pengumpulan terus dilakukan.
Para narasumber lainnya juga turut menyoroti tantangan, potensi dan mekanisme yang tengah berjalan dalam rantai pasok UCO. Keberadaan serta dukungan regulasi, pembangunan infrastruktur, sistem insentif, dianggap kunci untuk mencapai pemanfaatan UCO yang optimal.
Sebagai moderator FGD, Mohammad Arif Yunus dari BERKA Strategika menyampaikan rangkuman hasil diskusi menyampaikan bahwa penguatan regulasi, insentif yang relevan secara finansial dan sosial, serta kesiapan infrastruktur dan teknologi menjadi kunci optimalisasi pengumpulan dan pemanfaatan UCO. Hasil diskusi ini turut mempertegas pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mendorong transisi energi berkelanjutan secara nyata dan terarah.
Sebagai closing remarks, Sofyan Djalil menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan tata kelola UCO sangat bergantung pada pendekatan yang digunakan. Menurutnya, kebijakan yang bersifat insentif memiliki potensi besar untuk berkelanjutan dan diterima oleh para pemangku kepentingan. Sebaliknya, jika kebijakan yang diterapkan cenderung bersifat menghukum (punishment-based), maka kemungkinan besar implementasinya tidak akan berjalan efektif. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya merumuskan kebijakan yang reasonable serta mempertimbangkan berbagai aspek secara holistik, agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga aplikatif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Share: