Kajian Neraca dan Rantai Pasok Komoditas Penyumbang Inflasi di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019

Laju inflasi merupakan salah satu faktor yang memberikan dampak penting terhadap perekonomian baik nasional maupun daerah. Di Kalimantan Tengah, kelompok bahan makanan menjadi salah satu kelompok penyumbang inflasi. Beberapa komoditas bahan makanan sering kali meningkat harganya pada periode tertentu sehingga berpengaruh terhadap tingkat inflasi Kalimantan Tengah. Tekanan ini sedikit banyak dipengaruhi dari sisi pasokan (supply) maupun permintaan (demand). Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ketersediaan dan alokasi serta gambaran rantai pasok komoditas penyumbang inflasi, berikut dengan rekomendasi kebijakan dalam pemenuhan komoditas tersebut.

Berdasarkan perhitungan Neraca Bahan Makanan, kondisi pasokan dari 12 komoditas yang dikaji, pada level provinsi, terdapat 8 komoditas yakni padi/beras, ayam ras pedaging, sapi potong, cabai merah, ikan lele, ikan patin, ikan nila, ikan baung berada dalam kondisi surplus. Sedangkan 4 komoditas lainnya yakni ayam ras petelur, cabai rawit, bawang putih, bawang merah  berada dalam kondisi minus. Sementara berdasarkan kabupaten/kota, kondisi pasokan setiap komoditas dapat berbeda dengan kondisi umum provinsi.

Pada wilayah kabupaten/kota dengan kondisi produksi komoditas surplus, pemasaran komoditas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, wilayah sekitar dalam satu provinsi, dan wilayah luar provinsi seperti kabupaten/kota di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Namun, kondisi surplus komoditas pada suatu wilayah, masih dimungkinkan terjadinya pemenuhan pasokan yang berasal dari wilayah lain dikarenakan adanya beberapa mekanisme pasar.

Pada wilayah kabupaten/kota dengan kondisi produksi komoditas minus, pasokan komoditas didatangkan dari wilayah sekitar dalam satu provinsi dan wilayah luar provinsi seperti Kalimantan Selatan dan Pulau Jawa. Pada komoditas beras, terdapat kecenderungan surplus produksi padi di level provinsi sebagian dikirim keluar daerah terutama Banjarmasin Kalimantan Selatan. Hal ini menyebabkan munculnya mekanisme pasar dimana kebutuhan beras di beberapa wilayah harus dipasok dari luar provinsi baik dari Kalimantan Selatan maupun Pulau Jawa. Adanya kecenderungan masyarakat khususnya di beberapa kabupaten/kota lebih memilih beras dari Pulau Jawa yang disebabkan harga lebih murah dan rasa lebih enak/pulen juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap alokasi pasokan beras di Kalimantan Tengah.

Pada komoditas ayam ras pedaging, minus produksi yang dialami beberapa kabupaten/kota dipenuhi dari kabupaten/kota terdekat (seperti Palangka Raya dan Pangkalan Bun Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin dan Pelaihari. Kondisi pasokan yang membutuhkan distribusi dan transportasi antar wilayah menjadikan margin perdagangan dan pengangkutan daging ayam ras di Kalimantan Tengah relatif tinggi.

Pada komoditas ayam ras petelur, seluruh kabupaten/kota mengalami kondisi minus produksi. Pemenuhan kebutuhan lokal di sebagian besar wilayah, mengandalkan pasokan telur dari Pulau Jawa khususnya Jawa Timur (Blitar dan Kediri), Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan (Amuntai). Pada komoditas sapi potong, seluruh kabupaten/kota mengalami kondisi surplus disebabkan konsumsi per kapita masyarakat yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah hewan ternak sapi yang ada. Namun pada beberapa kabupaten/kota, pasokan masih didatangkan dari kabupaten/kota terdekat atau dari luar provinsi seperti Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Pada komoditas cabai merah dan cabai rawit, jumlah produksi beragam sehingga terdapat kabupaten yang minus maupun surplus. Kabupaten/kota dengan kondisi minus produksi komoditas cabai merah, selain dipasok dari wilayah terdekat dalam satu provinsi, juga didatangkan dari Jawa Timur (Banyuwangi, Kediri, Surabaya) dan Jawa Tengah (Semarang). Sementara untuk komoditas cabai rawit dipasok dari  Jawa  Timur (Malang, Surabaya, Banyuwangi), Jawa Tengah (Semarang, Magelang) dan Kalimantan Selatan (Barabai, Kalua).

Pada komoditas bawang putih dan bawang merah, rendahnya produksi lokal menyebabkan sebagian besar pasokan bawang merah dan bawang putih diperoleh dari Pulau Jawa melalui agen/pengumpul Banjarmasin atau Pangkalan Bun yang bekerja sama dengan agen di Pulau Jawa. Rendahnya produksi lokal disebabkan jumlah dan keterampilan sumber daya petani yang rendah; terbatasnya modal usaha; kondisi geografis (suhu, cuaca, ketinggian permukaan daratan, dan kondisi lahan gambut) yang kurang mendukung untuk ditanami jenis bawang-bawangan.

Pada komoditas perikanan budidaya (ikan lele, patin, nila), kendala utama yang dihadapi adalah harga pakan yang mahal dan terbatas serta biaya distribusi yang berpengaruh terhadap harga komoditas. Sementara untuk perikanan tangkap (ikan baung), selain proses distribusi yang berpengaruh terhadap harga, faktor musim atau cuaca berpengaruh terhadap produksi. Saat musim penghujan, hasil tangkapan semakin menurun. Sebaliknya saat musim kemarau produksi meningkat namun menjadi kendala tersendiri untuk proses distribusi.

Pola distribusi  komoditas lokal secara umum diawali dari produsen, pengumpul, pedagang eceran dan berakhir di konsumen. Sedangkan pola distribusi komoditas impor, secara umum diawali dari produsen, agen wilayah produksi, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang eceran dan berakhir di konsumen. Dari hasil kajian juga ditemukan fakta bahwa Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin masih menjadi pusat pengaruh perdagangan komoditas secara umum.  Hal ini disebabkan masih banyak pelaku usaha dengan modal besar (pedagang besar/pengumpul) yang berasal dari Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Pola Distribusi Komoditas Lokal

Pola Distribusi Komoditas Impor

Rekomendasi kebijakan dalam pemenuhan pasokan komoditas yang dikaji diantaranya adalah: Pertama, mempermudah akses keuangan kepada pelaku usaha lokal baik di level hulu (petani/peternak/pembudidaya) maupun hilir (penggilingan/pedagang) untuk mengatasi dominasi pelaku usaha luar daerah. Hal ini dilakukan untuk memperpendek jalur distribusi perdagangan komoditas. Kedua, penciptaan pola kemitraan petani/peternak/pembudidaya dengan perusahaan ataupun pihak terkait yang berkesinambungan dan tetap memiliki keberpihakan kepada petani/peternak/pembudidaya. Ketiga, memberikan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan kepada petani/peternak/pembudidaya terkait budidaya komoditas unggul secara intensif dan berkesinambungan. Keempat, pembentukan dan penguatan kelembagaan dari kelompok atau asosiasi petani/peternak/ pembudidaya sebagai sarana komunikasi dan kolaborasi usaha. Kelima, penerapan teknologi tepat guna skala UKM untuk memproduksi pakan ternak yang berkualitas. Hal ini berguna untuk mengurangi ketergantungan terhadap pakan pabrikan dan mengurangi biaya produksi. Dan keenam, peningkatan peran Bulog sebagai buffer stok komoditas penyumbang inflasi di Kalimantan Tengah.

Artikel dan Informasi Lainnya

  • All Post
  • Artikel
  • Kajian
  • Uncategorized
UMKM

Pelaku UMKM dalam bidang ekonomi kreatif memiliki peran besar dalam perekonomian nasional. Ekraf dapat menjadi langkah mencapai pembangunan

Memulai Usaha

Menu Beranda Tentang Kami Bidang Kegiatan Pengalaman Blog Kontak Memulai Usaha Mulai dengan Pertanyaan Sebelum memulai usaha, perhatikan situasi lingkungan…