Pemerintah Indonesia tengah mengimplementasikan sejumlah kebijakan ekonomi strategis, salah satunya pembentukan Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan ini dirancang untuk mengelola surplus fiskal dan pendapatan sumber daya alam, mengikuti tren global di mana Sovereign Wealth Fund (SWF) digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan membangun cadangan masa depan. SWF dirancang untuk menahan tekanan pasar selama krisis dan di banyak negara berkembang digunakan untuk stabilisasi ekonomi. Pada negara maju, model serupa telah sukses dijalankan oleh Norwegia melalui Government Pension Fund Global, Qatar dengan Qatar Investment Authority (QIA) dan Singapura dengan Temasek Holdings.
Seiring dengan pergeseran lanskap investasi global, seperti yang disampaikan oleh Nurul Ichwan, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, investor global saat ini menempatkan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) sebagai prioritas selain keuntungan finansial. Menurutnya kehadiran Danantara memberi peluang strategis bagi Indonesia untuk menjadi daya tarik investasi berkelanjutan.
Megginson dan Fotak (2014) menjelaskan bahwa keberhasilan sebuah SWF sangat bergantung pada tata kelola yang tepat, yaitu dengan mengisolasinya dari tekanan dan intervensi politik. Peneliti memandang SWF sebagai “struktur hibrida” yang memungkinkan pemerintah memiliki aset tetapi tidak mengelola operasionalnya secara langsung. Model seperti ini dapat mengurangi masalah yang sering terjadi pada BUMN.
Keterlibatan Danantara dalam isu domestik mengundang sorotan publik. Di satu sisi, langkah seperti pembelian gula menunjukkan responsivitas terhadap masalah sosial, namun di sisi lain, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan intervensi politik. Sementara itu, keterlibatan dalam proyek “Kampung Haji” dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam tata kelola haji dan membangun ekosistem ekonomi yang menguntungkan domestik. Proyek ini bertujuan meminimalkan aliran dana ke luar negeri dan membuka peluang bagi produk Indonesia di Arab Saudi.
Pengalaman awal Danantara menunjukkan bahwa tantangan utama terletak pada tata kelola, bukan modal. Keberhasilannya bergantung pada desain institusi, pengawasan, dan keterbukaan informasi sehingga diperlukan penerapan praktik terbaik sebagaimana direkomendasikan dalam The Palgrave Handbook of Sovereign Wealth Funds (2024). Praktik-praktik ini mencakup area kunci berikut:
Penguatan Keterlibatan Pemangku Kepentingan:
Membangun komunikasi dan kolaborasi efektif serta memastikan investasi selaras dengan kepentingan masyarakat luas.
Dengan mengadopsi praktik-praktik ini, Danantara dapat memperkuat kredibilitasnya, mendorong investasi yang bertanggung jawab, dan berkontribusi secara positif pada stabilitas keuangan.
Bagikan: